Oleh : Achmad Nurur Huda, S.Pd.I
Bulan ini (Dzulhijjah) merupakan bulan bersejarah bagi umat Islam. Pasalnya, di bulan ini kaum muslimin dari berbagai belahan dunia melaksanakan rukun Islam yang kelima, yakni melaksanakan ibadah Haji. Ibadah haji adalah ritual ibadah yang mengajarkan persamaan di antara sesama. Dengannya, Islam tampak sebagai agama yang tidak mengenal status sosial. Kaya, miskin, pejabat, rakyat, kulit hitam ataupun kulit putih semua memakai pakaian yang sama. Bersama-sama melakukan aktivitas yang sama pula yakni manasik haji.
Selain ibadah haji, pada bulan ini umat Islam merayakan hari raya Idul Adha. Lantunan takbir diiringi tabuhan bedug menggema menambah semaraknya hari raya. Suara takbir bersahut-sahutan mengajak kita untuk sejenak melakukan refleksi bahwa tidak ada yang agung, tidak ada yang layak untuk disembah kecuali Allah, Tuhan semesta alam.
Pada saat itu pula (mulai tanggal 10 Dzulhijah hingga tanggal 13 Dzulhijjah) Allah memerintahkan kepada ummat Islam untuk melaksanakan ibadah kurban sebagai rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan Allah kepadanya. Terutama adalah nikmat yang berupa agama dengan dua ajaran pokoknya yaitu: tauhid yang terformulasikan dalam kalimat la illaha ilallah dan beribadah kepadaNya dengan penuh keikhlasan.
Tentang ajaran Tauhid dan beribadah kepada Allah, ketika dikaitkan dengan hari raya Idul Kurban, maka akan terlintas dalam benak tentang kisah seorang utusan Allah yang memberikan contoh sangat jelas mengenai ajaran Tauhid dan bagaimana beribadah kepada Allah SWT yaitu Ibrahim AS yang mendapatkan gelar sebagai Kholilullah (Kekasih Allah).
Nabi Ibrahim as. dilahirkan ditengah-tengah masyarakat yang penuh kemusyrikan dan kekufuran. Menurut Al Qur'an nama ayahnya adalah Azar dan didalam bahasa kitab Taurat namanya Taroh bin Tanur bin Siruj bin Sam bin Nuh as. Pada zaman itu telah bertahta seorang raja yang zalim dan suka bertindak semena-mena, namanya raja Namrudz yang mengaku menjadi Tuhan. Dia beserta seluruh rakyatnya menyembah berhala, termasuk ayah Nabi Ibrahim sendiri yang juga ahli dalam membuat patung yang sangat disukai oleh raja Namrudz.
Semenjak kecil beliau terbebas dari kemusyrikan bapak dan kaumnya. Ibrahim menjadi seorang yang hanif dan imam bagi manusia (An-Nahl: 120-121). Dan Ibrahim sangat bersemangat untuk mendakwahi bapaknya dan kaumnya agar hanya menyembah Allah saja. Ini adalah sunnah dakwah bahwa yang pertama kali harus didakwahi adalah orang tua dan keluarga, kemudian kaum dan penguasa.
Nabi Ibrahim juga memperoleh gelar sebagai ulul azmi yakni Nabi dan Rasul yang mendapatkan ujian yang berat dari Allah SWT. Dalam hal ini Ibnu Abbas berkata: “Belum ada para nabi yang mendapatkan ujian dalam agama kemudian menegakkannya dengan sempurna melebihi Ibrahim as.” Ujian yang dilaksanakan Ibrahim a.s, di antaranya adalah manasik atau ibadah haji; kebersihan, lima pada bagian kepala dan lima pada tubuh.
Dalam riwayat lain Ibnu Abbas mengatakan, ”Kalimat atau tugas yang dilaksanakan dengan sempurna yaitu meninggalkan kaumnya ketika mereka menyembah berhala, membantah keyakinan raja Namrud, bersabar ketika dilemparkan ke dalam api yang sangat panas, hijrah meninggalkan tanah airnya, menjamu tamunya dengan baik, dan bersabar ketika diperintah menyembelih putranya.
Allah SWT menghormati Ibrahim dengan penghormatan yang khusus. Allah SWT menjadikan agamanya sebagai agama tauhid yang murni dan suci dari berbagai kotoran, dan Dia menjadikan akal sebagai alat penting dalam menilai kebenaran bagi orang-orang yang mengikuti agama-Nya. Allah SWT berfirman:
"Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya Dia di akhirat benar-benar termasuk orang yang saleh." (QS. al-Baqarah: 130)
Allah SWT memuji Ibrahim dalam flrman-Nya:
"Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan). " (QS. an-Nahl: 120)
Termasuk keutamaan Allah SWT yang diberikan-Nya kepada Ibrahim adalah, Dia menjadikannya sebagai imam bagi manusia dan menganugrahkan pada keturunannya kenabian dan penerimaan kitab (wahyu). Oleh karena itu, kita dapati bahwa setiap nabi setelah Nabi Ibrahim as adalah anak-anak dan cucu-cucunya. Ini semua merupakan bukti janji Allah SWT kepadanya, di mana Dia tidak mengutus seorang nabi kecuali datang dari keturunannya. Demikian juga kedatangan nabi yang terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw, adalah sebagai wujud dari terkabulnya doa Nabi Ibrahim yang diucapkannya kepada Allah SWT di mana ia meminta agar diutus di tengah-tengah kaum yang umi seorang rasul dari mereka.
Keunikan Nabi Ibrahim Dalam Menemukan Tuhan
Dalam mencari Tuhan Ibrahim mengadakan pengamatan (observasi) terhadap fenomena alam dengan fokus bintang, bulan dan matahari. Karena ketiga hal itu, secara umum mempunyai nilai strategis, yang oleh masyarakat sering dijadikan simbol-simbol keindahan dan kebesaran di samping tanda-tanda keberhasilan dan kesialan, sehingga sering pula dikultuskan dan disembah. Semua itu dipatahkan oleh Nabi Ibrahim, mereka (bulan, bintang dan matahari) bukan sebagai Tuhan. Tuhan yang sebenarnya adalah pencipta dan pengendali benda-benda tersebut. Asalanya sederhana, karena cahaya lenyap. Sedang cahaya itulah yang sementara ini dijadikan masyarakat sebagai dasar pengkultusan. Maka Ibrahim kemudian mengatakan kepada kaumnya,“Aku tidak suka yang lenyak“ seperti dalam firman Allah berikut:
’’Ketika malam Telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam. Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, Pastilah Aku termasuk orang yang sesat." (Q.S Al An’am: 76-77).
Keyakinan Ibrahim terhadap wujud dan keesaan Allah dilanjutkan dengan pengenalan atas kekuasaanNya. Dan itupun ditempuh dengan penalaran dan pembuktian, tidak sekedar teori, sehingga Ibrahim bisa dikatakan sebagai seorang “ilmuwan“ dan ’Cendikia“ yang dalam Al Qur’an orang-orang tersebut dikenal dengan ulul albab.
Pembelaan Ibrahim Terhadap Tauhid
Dari observasi yang dilakukan Ibrahim, ia berkesimpulan bahwa ’tuhan itu ada’ dan ’Tuhan itu satu’, yang kemudian dikenal dengan tauhid, sehingga Nabi Ibrahim dikenal dengan gelar bapak Tauhid. Sebagai bapak Tauhid, ketauhidan itu benar-benar dipertahankan dan dibela dengan seluruh kekuatan yang dimiliki, Moril maupun materil. Tuhan yang esa itu kemudian diberi nama Allah yang berasal dari kata alaha-ya’luhu-ilah yang berarti penyembahan atau sesembahan. Sehingga Allah itu lah satu-satunya Dzat yang harus disembah, yaitu dengan cara diagungkan (ta’zhim), dijadikan tumpuan harapan (raja) dan yang ditakuti (khauf). Karena itu pengikraran seseorang terhadap tuhan Allah ini harus berbunyi la ilaha illaha. Karena kata Allah di sini sudah menjadi nama (dalam ilmu mantiq disebut manqul), yang berarti: tiada sesembahan selain Allah .h
Tantangan yang dihadapi Ibrahim sangat berat: dia selalu dicurigai, disiksa dan dikucilkan dari negerinya dan keluarganya dengan persetujuan ayah kandungnya sendiri. Siksa yang paling berat adalah dia dilempar ke dalam api unggun. Namun api yang bertabiat membakar itu, ternyata kalah dengan sejuknya tauhid. Ditengah-tengah gugusan api itu terdengar suara halus, ya nar, kuunii bardan wa salaman alal Ibarhim, wahai api dinginlah engkau dan jadilah penyelamat bagi Ibrahim.
Menjadi Imam Manusia
Untuk menjadi imam (pemimpin) setidaknya ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
1. Badan sehat (basthah fi al jism)
2. Penguasaan ilmu yang cukup, terutama ilmu yang sesuai dengan bidangnya (basthah fi ilm).
3. Keagamaan yang kuat, sebagai arah seluruh kebijakannya, sehingga kepemimpinanya akan selalu mendapat ridha Allah.
Kurang dari persyaratan tersebut tidak layak seorang diangkat menjadi pemimpin umat. Karena itu, ketika Ibrahim bertanya: „au min dzuriyyatii?“, apakah kepemimpinan itu harus/boleh dari anak cucuku?“ jawab Allah:“ La yanaalu abdii aldhalimiin’, janjiKu tentang kepemimpinan itu tidak berlaku bagi orang-orang Dzalim. Orang yang zhalim adalah orang yang mengabaikan syari’ah Allah.
Nabi Ibrahim telah memenuhi seluruh syarat di atas, maka layak kalau dia dinobatkan sebagai pemimpin umat manusia dan sekaligus sebagai uswah hasanah bagi umat muslim. Karena kepemimpinanya dilandasi dengan ketauhidan yang kokoh. Allah berfirman:
“Sesungguhnya Telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan Dia; ketika mereka Berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan Telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: "Sesungguhnya Aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan Aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata): "Ya Tuhan kami Hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan Hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan Hanya kepada Engkaulah kami kembali." (Q.S Al Mumtahanah: 4)
Dengan memperhatikan urain di atas, maka sangat tepat momentum kali ini, yakni bulan Dzulhijah yang merupakan bulan haram (bulan yang dimuliakan Allah) sebagai waktu untuk melihat kembali perjalanan hidup Nabi Allah Ibrahim AS, meneladaninya dalam kehidupan sehari-hari. Beliau telah mengajarkan kepada umat manusia bagaimana menemukan dan mengenal Tuhan yang benar, menauhidkan secara benar dengan akal penalaran bukan sekedar ikut-ikutan belaka. Beliau juga mengajarkan bagaimana memperjuangkan dan mempertahankan prinsip tauhid dalam kehidupan sehari-hari serta menerapkannya dalam konsep kepemimpinan.
Nabi Ibrahim mengajarkan agar manusia hanya menyerahkan dan menundukan dirinya pada satu Tuhan yaitu Allah, Rabb pencipta dan pemelihara alam semesta. Menjadikan Tauhid sebagai dasar dan landasan kehidupan bagi seorang muslim, sehingga ketika hidup manusia ini telah berlandaskan tauhid dengan benar, akan memperoleh keridhoan Allah SWT. Wallahu a’lam bi showab. (Ketua Umum PC IMM Magelang 2010-2011)